Tiga Tersangka Ditetapkan dalam Kasus Dugaan Kekerasan terhadap Rektor Universitas Atma Jaya Makassar

Tiga Tersangka Ditetapkan dalam Kasus Dugaan Kekerasan terhadap Rektor Universitas Atma Jaya Makassar

ABATANEWS, MAKASSAR — Penyidik Satreskrim Polrestabes Makassar menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan kekerasan terhadap Rektor Universitas Atma Jaya Makassar, Dr. Wihalminus Sombo Layuk, S.E., M.Si.

Penetapan itu diketahui melalui Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) Nomor: 199.4/VII/RES/1.24/2025/Reskrim yang telah dilayangkan ke Kejaksaan Negeri Makassar.

Ketiga tersangka tersebut masing-masing berinisial MH, S alias DB, dan S. Dua nama terakhir diketahui merupakan petugas satuan pengamanan (Satpam) di Universitas Atma Jaya Makassar, Jalan Tanjung Alang, Tamalate, Kota Makassar.

Mengacu pada SPDP dan sejumlah dokumen pendukung lainnya, penyidikan dilakukan berdasarkan:

Pasal 109 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;

Pasal 16 UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia;

Laporan Polisi Nomor: LP/B/474/III/2025/SPKT/POLRESTABES MAKASSAR, tanggal 21 Maret 2025;

Surat Perintah Penyidikan Nomor: SP-Sidik/188/V/Res.1.24/2025/Reskrim tanggal 20 Mei 2025.

Dalam surat tersebut, penyidik menyampaikan bahwa penyidikan dilakukan atas dugaan tindak pidana kekerasan sebagaimana diatur dalam Pasal 335 Ayat (1) jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, yang terjadi pada Rabu, 19 Maret 2025 sekitar pukul 10.30 WITA, di lantai 3 Gedung Rektorat Universitas Atma Jaya Makassar.

Peristiwa tersebut terjadi saat Rektor Dr. Wihalminus tengah memimpin rapat senat universitas. Tersangka MH yang disebut sebagai oknum pengacara, datang membawa sebuah map berisi dokumen yang diklaim menyatakan bahwa Wihalminus bukan lagi rektor. MH kemudian memarahi sang rektor, dan memerintahkan dua satpam untuk menarik Wihalminus keluar dari ruang rapat hingga ke depan lift.

Ketua Senat Universitas Atma Jaya Makassar, Dr. Rafael Tunggu, S.H., M.S., mengecam keras insiden tersebut. Ia menilai tindakan MH sebagai bentuk pelanggaran terhadap etika akademik dan keamanan kampus.

“Dia (MH) datang sambil memarahi Pak Rektor, berteriak-teriak di dalam ruangan, lalu memerintahkan satpam untuk menarik Pak Wihalminus keluar ruang rapat,” kata Rafael, Kamis (27/3/2025). “Saya mengutuk keras tindakan itu, apalagi dilakukan saat rapat senat berlangsung.”

Rafael berharap kepolisian dapat bertindak profesional dalam menangani perkara ini.

“Jika ada dugaan tindak pidana dan tersedia alat bukti yang cukup, maka pelakunya harus diproses hukum hingga ke pengadilan. Termasuk pihak internal kampus yang terlibat atau memfasilitasi pihak luar mengganggu ketertiban kampus,” tegasnya.

Sementara itu, akademisi Universitas Hasanuddin, Dr. Hasrullah, juga mengecam aksi kekerasan tersebut. Ia menyayangkan sikap oknum pengacara yang bertindak di luar koridor hukum.

“Kampus adalah lingkungan pendidikan. Tidak dibenarkan adanya tindakan bergaya premanisme. Apalagi dilakukan oleh pengacara yang seharusnya paham hukum,” ujar Hasrullah.

Ia menambahkan, peristiwa itu mencoreng nama baik institusi pendidikan dan berharap kepolisian dapat menegakkan hukum untuk mencegah kejadian serupa di masa depan.

Baca Juga