Senin, 24 Maret 2025 22:06

Sabung Ayam di Indonesia: Dari Tradisi Bersejarah hingga Kontroversi Modern

Ilustrasi sabung ayam.
Ilustrasi sabung ayam.
ABATANEWS, JAKARTA – Kasus tragis yang menewaskan tiga anggota polisi saat menggerebek praktik sabung ayam di Way Kanan, Lampung, pada 17 Maret 2025, kembali membuka sorotan terhadap tradisi kontroversial ini.
Sabung ayam, yang telah mengakar dalam budaya Indonesia selama berabad-abad, memiliki sejarah panjang, makna tradisional, sekaligus sisi negatif yang terus memicu perdebatan.
Apa yang membuat praktik ini bertahan dan sekaligus dilarang? Berikut ulasannya.
Sejarah Panjang Sabung Ayam di Nusantara
Sabung ayam bukanlah hal baru di Indonesia. Praktik ini diyakini telah ada sejak zaman kerajaan Hindu-Buddhaazoran sejarah mencatat bahwa sabung ayam sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Nusantara sejak masa lampau.
Menurut penelitian yang dikutip oleh situs Indonesia.go.id, Indonesia merupakan salah satu pusat domestikasi ayam dunia, bersama Sungai Kuning di Tiongkok dan Lembah Indus di India.
Bukti arkeologi dan genetik menunjukkan hubungan erat antara ayam lokal Indonesia dengan ayam hutan merah, menegaskan peran historis Nusantara dalam hubungan manusia dan ayam.
Pada masa kerajaan seperti Majapahit dan Mataram, sabung ayam tidak hanya sekadar hiburan, tetapi juga bagian dari ritual adat.
Dalam cerita rakyat Jawa seperti “Cindelaras,” sabung ayam menjadi simbol perjuangan dan keadilan, di mana tokoh utama menggunakan ayam sakti untuk mengungkap identitasnya dan merebut haknya sebagai pewaris takhta.
Tradisi dan Makna Budaya
Di berbagai daerah, sabung ayam memiliki makna budaya yang mendalam. Di Bali, misalnya, sabung ayam yang dikenal sebagai tajen atau tabuh rah merupakan bagian dari upacara keagamaan Hindu bernama Bhuta Yadnya.
Darah ayam yang tumpah dianggap sebagai persembahan untuk menetralisir kekuatan negatif, sebuah tradisi yang telah berlangsung sejak abad ke-10, sebagaimana tercatat dalam prasasti kuno.
Antropolog Clifford Geertz dalam esainya Deep Play: Notes on the Balinese Cockfight menyebut sabung ayam di Bali sebagai simbol status sosial, keberanian, dan ekspresi budaya.
Di Jawa dan Sulawesi, sabung ayam juga diasosiasikan dengan maskulinitas dan kehormatan. Dalam epik Bugis La Galigo, tokoh Sawerigading digambarkan gemar menyabung ayam, dan di masa lalu, seseorang dianggap pemberani jika mahir dalam praktik ini.
Sisi Negatif dan Larangan Hukum
Meski kaya akan nilai budaya, sabung ayam memiliki sisi kelam yang membuatnya dilarang di Indonesia. Salah satu alasan utama adalah kaitannya dengan perjudian ilegal.
Menurut Novritsar Hasintongan Pakpahan dalam buku Penegakan Hukum Judi Online di Indonesia, sabung ayam sering kali menjadi ajang taruhan yang memicu konflik sosial, seperti perselisihan dan kemarahan.
Insiden tragis di Lampung menjadi bukti nyata dampak negatif ini, di mana penggerebekan judi sabung ayam berujung pada kematian tiga polisi.
Selain itu, sabung ayam juga dikritik karena melibatkan kekerasan terhadap hewan. Ayam yang diadu kerap mengalami cedera parah hingga kematian, bertentangan dengan nilai kesejahteraan hewan dan ajaran agama, khususnya Islam.
Dalam hadits riwayat Abu Dawud dan At-Tirmidzi, Rasulullah SAW melarang mengadu binatang, sebuah pandangan yang diperkuat oleh fatwa ulama Mazhab Syafi’i yang menyebut sabung ayam sebagai perbuatan haram.
Dari sisi hukum, sejak zaman kolonial Belanda, sabung ayam yang melibatkan perjudian telah dilarang. Di era modern, praktik ini tetap berlangsung secara sembunyi-sembunyi, bahkan berkembang menjadi sabung ayam online, menambah tantangan penegakan hukum.
Kontroversi
Sabung ayam di Indonesia mencerminkan dilema antara pelestarian tradisi dan tuntutan etika modern. Di satu sisi, ada upaya mengubahnya menjadi ajang olahraga tanpa unsur perjudian, seperti yang dilakukan Paguyuban Penggemar Ayam Jago Indonesia (PAPAJI).
Namun, di sisi lain, dampak sosial dan moralnya terus menjadi sorotan, terutama setelah kasus-kasus tragis seperti di Lampung mengguncang publik.
Tradisi ini, dengan segala kekayaan sejarah dan kontroversinya, tetap menjadi cermin kompleksitas budaya Indonesia. Pertanyaannya kini: bagaimana menyeimbangkan warisan budaya dengan nilai-nilai kemanusiaan di era modern?
Penulis : Azwar
Komentar