ABATANEWS, JAKARTA – Ketua DPR RI, Puan Maharani menegaskan agar proyek penulisan sejarah ulang harus sesuai fakta. Menurutnya, jangan sampai fakta-fakta sejarah kemudian tidak dihargai dan dihormati.
Puan pun tak ingin dalam proses penulisan ulang sejarah Indonesia ada pihak yang merasa dirugikan atau dihilangkan jejak sejarahnya. Oleh sebab itu, ia menekankan bahwa seluruh proses harus dilakukan dengan penuh transparansi dan akuntabilitas.
“Kita harus sama-sama menghargai dan menghormati bahwa penulisan sejarah itu harus dilaksanakan sejelas-jelasnya, seterang-terangnya, tanpa ada pihak yang merasa dirugikan atau dihilangkan jejak sejarahnya,” ucap Puan Maharani dalam keterangan tertulfsnya dikutip Selasa (8/7/2025).
Baca Juga : Mendikdasmen Dorong Sekolah Alam Jadi Model Pendidikan Alternatif yang Bermutu
Adapun DPR RI sendiri telah membentuk Tim Supervisi untuk melakukan pemantauan terhadap penulisan ulang sejarah yang dilakukan Kementerian Kebudayaan (Kemenbud). Tim Supervisi ini dibentuk DPR setelah proyek penulisan ulang sejarah menuai berbagai kontroversi.
Dia mengingatkan agar jangan sampai ada sejarah yang dihilangkan. Bahkan, jangan sampai ada pihak yang tersakiti karena proyek penulisan ulang sejarah.
“Ya itu apapun kalimatnya, apapun kejadiannya jangan sampai ada yang tersakiti, jangan sampai ada yang dihilangkan karena sejarah tetap sejarah. Jadi harus dikaji dengan baik dan dilakukan dengan hati-hati,” tegas Puan.
Baca Juga : Dapat Tambahan Rp 400 M, Total Anggaran Kemendikdasmen Tahun 2026 Rp 55,4 Triliun
Sebelumnya, polemik penulisan ulang sejarah Indonesia muncul setelah Menteri Kebudayaan Fadli Zon menyangkal ada kasus pemerkosaan pada Mei 1998. Sejumlah anggota DPR RI pun mengkritik pernyataan Fadli Zon.
Anggota Komisi X DPR Mercy Chriesty Barends pun sangat geram karena Fadli sempat menyangkal kasus pemerkosaan terjadi pada Mei 1998.
“Bapak mempertanyakan dan Bapak seperti meragukan kebenaran. Ini amat sangat menyakiti, menyakiti, menyakiti kami,” kata Mercy saat rapat kerja (raker) bersama Kementerian Kebudayaan di Ruang Komisi X DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 2 Juli 2025.