Senin, 28 April 2025 14:20

Perhitungan BPK: Kerugian Negara Akibat Korupsi Taspen Capai Rp1 Triliun

Perhitungan BPK: Kerugian Negara Akibat Korupsi Taspen Capai Rp1 Triliun

ABATANEWS, JAKARTA — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menyelesaikan proses penghitungan kerugian negara dalam perkara dugaan korupsi investasi fiktif di PT Taspen. Berdasarkan hasil final yang diserahkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kerugian negara tercatat mencapai Rp 1 triliun.

Direktur Jenderal Pemeriksaan Investigasi BPK, I Nyoman Wara, menyampaikan bahwa penghitungan ini dilakukan atas permintaan KPK dan mengungkap adanya indikasi pidana yang menyebabkan kerugian besar tersebut.

BPK menyimpulkan adanya penyimpangan yang berindikasi pidana yang mengakibatkan adanya kerugian negara. Kerugian kasus ini adalah sebesar Rp 1 triliun,” kata Nyoman di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (28/4).

Baca Juga : KPK Akan Dalami Pertemuan Mantan Bendahara AMPHURI dan Gus Yaqut

Sebelumnya, KPK memperkirakan kerugian negara dalam kasus ini sekitar Rp 200 miliar. Namun, setelah audit menyeluruh, angka kerugian melonjak lima kali lipat. Dengan selesainya penghitungan resmi ini, KPK menegaskan bahwa penyidikan kasus PT Taspen telah hampir rampung dan segera dilimpahkan ke tahap penuntutan.

“Ini artinya bahwa penanganan perkara PT Taspen pada tahap penyidikan ini sudah selesai hampir selesai tinggal nanti kita limpahkan ke penuntutan dan sebentar lagi dilakukan persidangan,” ujar Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu.

Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan dan menahan mantan Direktur Utama PT Taspen, ANS Kosasih, serta mantan Direktur Utama PT Insight Investment Management (IIM), Ekiawan Heri Primaryanto.

Baca Juga : KPK Ungkap Ada Dugaan Jual Beli Kuota Haji Dikalangan Travel

Kasus ini bermula pada Juli 2016 saat PT Taspen melakukan investasi program Tunjangan Hari Tua (THT) dalam bentuk pembelian sukuk ijarah TSP Food II (SIAISA02) sebesar Rp 200 miliar. Sukuk tersebut diterbitkan oleh PT Tiga Pilar Sejahtera Food (TPSF). Namun, dua tahun berselang, sukuk itu dinyatakan tidak layak oleh PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) akibat gagal bayar kupon.

Penulis : Wahyuddin
Komentar