ABATANEWS, JAKARTA — Ekspansi industri tambang ke kawasan-kawasan sensitif terus menjadi sorotan, termasuk di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) baru saja merilis daftar lima perusahaan tambang yang telah resmi mengantongi izin untuk beroperasi di lima pulau utama yang dikenal kaya akan keanekaragaman hayati: Pulau Gag, Manuran, Batang Pele, Kawe, dan Waigeo.
Laporan resmi Kementerian ESDM yang diterima di Raja Ampat, Minggu (8/6/2025), memuat rincian status perizinan hingga dokumen lingkungan dari kelima perusahaan tersebut. Keberadaan tambang di wilayah konservasi laut dan darat ini memunculkan pertanyaan besar: seberapa siapkah sistem pengawasan dan perlindungan lingkungan di kawasan yang selama ini dikenal sebagai surga ekowisata dunia?
PT Gag Nikel – Pulau Gag
Sebagai salah satu perusahaan yang paling siap dari sisi regulasi, PT Gag Nikel telah mengantongi Kontrak Karya (KK) Generasi VII dengan izin operasi hingga 2047, mencakup area seluas 13.136 hektar. Perusahaan ini juga telah menyelesaikan dokumen AMDAL sejak 2014, dengan adendum terbaru disahkan pada 2023.
Luas bukaan tambang tercatat 187,87 hektar, dan 135,45 hektar di antaranya telah direklamasi. Namun, pengelolaan limbah tambang masih belum berjalan karena perusahaan masih menanti terbitnya Sertifikat Laik Operasi (SLO).
PT Anugerah Surya Pratama – Pulau Manuran
Beroperasi berdasarkan IUP dari Kementerian ESDM hingga 2034, PT ASP memiliki wilayah kerja seluas 1.173 hektar. Perusahaan ini telah melengkapi dokumen AMDAL dan UKL-UPL sejak 2006, namun tantangan aktualisasi standar lingkungan tetap menjadi perhatian.
PT Mulia Raymond Perkasa – Pulau Batang Pele
Berbeda dari dua perusahaan sebelumnya, PT MRP hanya mengantongi izin dari Pemerintah Kabupaten Raja Ampat. Saat ini, perusahaan masih berada dalam tahap eksplorasi dan belum mengantongi dokumen AMDAL maupun persetujuan lingkungan dari pemerintah daerah.
PT Kawei Sejahtera Mining – Pulau Kawe
Dengan izin daerah yang berlaku hingga 2033, perusahaan ini sempat berproduksi pada 2023 di wilayah seluas 5.922 hektar. Namun, saat ini aktivitas tambang tengah berhenti. Perusahaan telah memiliki IPPKH sejak 2022, namun keberlanjutan operasionalnya masih belum pasti.
PT Nurham – Pulau Waigeo
Perusahaan terakhir dalam daftar adalah PT Nurham, pemegang izin tambang dari pemerintah daerah hingga 2033. Meski telah memiliki persetujuan lingkungan sejak 2013, kegiatan produksi belum juga dimulai.
Potensi vs Risiko
Raja Ampat tidak hanya menjadi rumah bagi lebih dari 75% spesies karang dunia, tetapi juga merupakan wilayah sakral dan sumber penghidupan masyarakat adat. Masuknya perusahaan tambang ke wilayah ini menghadirkan dilema antara dorongan ekonomi dan urgensi pelestarian lingkungan.
Sejauh mana komitmen dan pengawasan pemerintah—baik pusat maupun daerah—akan menentukan apakah izin-izin ini benar-benar sejalan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan atau justru mengancam ekosistem yang selama ini menjadi kebanggaan Indonesia di mata dunia.