ABATANEWS, JAKARTA – Gelombang protes publik yang berujung kerusuhan di berbagai daerah menyeret lima anggota DPR RI hingga dinonaktifkan oleh partai masing-masing. Mereka adalah Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, Eko Patrio, Uya Kuya, dan Adies Kadir.
Keputusan itu diambil setelah pernyataan dan tindakan kelimanya dinilai “mencederai perasaan rakyat” di tengah polemik tunjangan DPR dan kondisi ekonomi yang sulit.
Ahmad Sahroni: Pernyataan “Tolol” yang Memantik Amarah
Baca Juga : Dapat Tambahan Rp 400 M, Total Anggaran Kemendikdasmen Tahun 2026 Rp 55,4 Triliun
Ahmad Sahroni dari Fraksi Partai NasDem menjadi sorotan utama usai menyebut usulan pembubaran DPR sebagai “mental tolol sedunia” pada 22 Agustus 2025 lalu. Ucapannya dinilai tidak peka terhadap aspirasi rakyat dan langsung memicu kemarahan publik.
Situasi makin panas ketika rumah mewah Sahroni di Tanjung Priok, Jakarta Utara, dijarah massa pada 30 Agustus 2025. Merespons hal ini, Ketua Umum NasDem Surya Paloh dan Sekjen Hermawi Taslim menonaktifkan Sahroni per 1 September 2025, dengan alasan ucapannya bertentangan dengan semangat kerakyatan partai.
Nafa Urbach: Komentar Tunjangan Rp50 Juta Dinilai Nirempati
Baca Juga : Rumor Pergantian Kapolri Menguat, DPR Pastikan Belum Ada Supres dari Prabowo
NasDem juga menonaktifkan kader lainnya, Nafa Urbach. Ia sebelumnya mengeluhkan kemacetan dari Bintaro ke Gedung DPR sambil menyebut tunjangan perumahan Rp50 juta sebagai hal wajar. Komentar itu dianggap tidak empati di tengah kesulitan ekonomi rakyat.
Massa kemudian menjarah rumah Nafa di Bintaro pada 31 Agustus 2025 dini hari. NasDem menyatakan per 1 September 2025, Nafa resmi dinonaktifkan karena pernyataannya menyinggung perasaan rakyat.
Eko Patrio: Joget Viral dan Sindiran soal Tunjangan “Receh”
Baca Juga : Rusdi Masse Resmi Jabat Wakil Ketua Komisi III DPR Gantikan Ahmad Sahroni
Eko Patrio (Fraksi PAN) juga menuai kritik setelah videonya berjoget di Sidang Paripurna MPR pada 16 Agustus 2025 lalu viral di media sosial. Aksinya dianggap tidak pantas di tengah kondisi rakyat yang sedang sulit.
Selain itu, Eko sempat menyebut tunjangan DPR sebagai “uang receh” dibanding penghasilannya sebagai artis, yang dianggap meremehkan masyarakat. Rumahnya di Setiabudi, Jakarta Selatan, ikut dijarah pada 30 Agustus 2025 malam. DPP PAN melalui Waketum Viva Yoga Mauladi menonaktifkan Eko per 1 September 2025.
Uya Kuya: Joget di Paripurna dan Pernyataan Kontroversial
Baca Juga : NasDem-PAN Ajukan Pemberhentian Gaji dan Tunjangan Anggota DPR untuk Sahroni, Nafa, Eko, dan Uya
Seperti Eko, Uya Kuya (Fraksi PAN) juga terseret kontroversi karena berjoget di Sidang Paripurna MPR. Ia pun melontarkan pernyataan yang meremehkan tunjangan DPR.
Rumahnya di Duren Sawit, Jakarta Timur, dijarah massa pada 30 Agustus 2025. Meski sempat meminta maaf lewat media sosial, PAN memutuskan menonaktifkannya per 1 September 2025, dengan alasan tindakannya memperburuk situasi.
Adies Kadir: Pelanggaran Etik dan Sorotan Publik
Baca Juga : DPR RI Batal Gelar Rapat Paripurna HUT ke-80
Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi Golkar, Adies Kadir, turut dinonaktifkan setelah Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) menilai pernyataan dan tindakannya tidak sesuai etika parlemen.
Golkar menonaktifkannya per 31 Agustus 2025, meski detail pelanggaran yang disorot tidak diungkap secara rinci. Keputusan itu disebut sebagai langkah disiplin demi menjaga marwah dewan.
Penonaktifan lima anggota DPR ini dilakukan di tengah tekanan publik yang memuncak pasca demonstrasi besar pada 25 dan 28 Agustus 2025. Gelombang aksi tersebut dipicu kekecewaan terhadap tunjangan DPR dan ucapan kontroversial para legislator.
Baca Juga : Kini Golkar yang Nonaktifkan Adies Kadir, Ikuti Jejak NasDem dan PAN
Kerusuhan bahkan menjalar ke penjarahan rumah Sahroni, Nafa Urbach, Eko Patrio, dan Uya Kuya, serta rumah Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Pengamat politik Hendri Satrio menilai gejolak ini sebagai bukti kegagalan komunikasi publik pejabat, dan mendesak mereka untuk mundur demi meredam situasi serta menunjukkan keberpihakan pada rakyat.
Meski telah dinonaktifkan, status kelima anggota DPR tersebut masih berupa pembekuan sementara, bukan pemecatan permanen. Publik pun menanti langkah berikut, termasuk kemungkinan pergantian antarwaktu (PAW), untuk memastikan akuntabilitas.
Baca Juga : Didampingi Megawati di Istana, Presiden Prabowo: Tunjangan dan Kunjungan Luar Negeri Anggota DPR Dicabut
Kontroversi yang melibatkan Sahroni, Nafa, Eko, Uya, dan Adies menunjukkan krisis kepercayaan publik terhadap DPR. Penonaktifan mereka dianggap baru langkah awal, sementara rakyat menunggu tindakan lebih tegas agar aspirasi mereka benar-benar didengar.