ABATANEWS, JAKARTA — Kasus pencabutan ID Card reporter CNN Indonesia TV, Diana Valencia, oleh Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden menuai sorotan luas. Dewan Pers, AJI Jakarta, dan LBH Pers menilai tindakan tersebut bukan hanya merugikan jurnalis, tetapi juga mengancam hak masyarakat untuk mendapatkan informasi.
“Dewan Pers kembali mengingatkan semua pihak untuk menjunjung tinggi pelaksanaan kemerdekaan pers yang dijalankan oleh wartawan/jurnalis di mana pun bertugas,” ujar Ketua Dewan Pers Komaruddin Hidayat, Minggu (28/9).
Dalam pernyataannya, Dewan Pers menekankan empat hal penting. Pertama, Biro Pers Istana diminta memberi penjelasan atas pencabutan ID Card agar tidak menghambat tugas jurnalistik. Kedua, semua pihak diingatkan menghormati fungsi pers sesuai amanah UU No. 40/1999 tentang Pers. Ketiga, kasus serupa jangan terulang demi menjaga iklim kebebasan pers. Keempat, akses liputan reporter CNN yang dicabut harus segera dipulihkan.
Baca Juga : Prabowo Minta Dapur MBG yang Bikin Siswa Keracunan Ditutup Sementara
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta bersama LBH Pers bahkan mengecam keputusan Biro Pers Istana yang mencabut kartu liputan DV usai dirinya bertanya soal maraknya kasus keracunan yang dialami siswa pada program Makan Bergizi Gratis (MBG) kepada Presiden Prabowo Subianto di Halim Perdanakusuma, Sabtu (27/9).
“Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden menilai pertanyaan itu di luar konteks agenda sehingga memutuskan mencabut ID pers DV,” tulis AJI dan LBH Pers.
Keduanya menegaskan, pertanyaan terkait kasus keracunan MBG merupakan kerja jurnalistik yang sah. UU Pers Pasal 6 menyebut jurnalis berhak melakukan pengawasan, kritik, dan koreksi atas kebijakan publik. Lebih jauh, Pasal 18 UU Pers menegaskan, setiap tindakan yang menghalangi kerja jurnalistik dapat dipidana hingga dua tahun atau denda Rp500 juta.
Baca Juga : Belanda Sepakat Kembalikan 30 Ribu Benda dan Artefak Bersejarah Indonesia
“Lagi pula, dalam Undang-Undang No.14 tahun 2008, tentang Keterbukaan Informasi Publik ditegaskan, seluruh pejabat publik sepanjang dia menggunakan anggaran publik tidak ada alasan untuk menutup-nutupi informasi ke publik,” kata AJI dan Dewan Pers.
Mereka menambahkan, sikap Presiden Prabowo yang berencana memanggil pimpinan Badan Gizi Nasional (BGN) justru sejalan dengan keterbukaan publik, karena MBG merupakan program besar yang tengah jadi sorotan.
Menurut AJI, kasus ini bukan hanya persoalan seorang reporter, tetapi serangan terhadap hak publik untuk memperoleh informasi. “Praktik penghambatan kerja jurnalistik hanya akan memperburuk iklim kebebasan pers di Indonesia,” tegas AJI Jakarta dan LBH Pers.