DeepSeek Curi Data Pengguna Besar-besaran, Ini Tanda AI Asal China Kurang Cerdas

ABATANEWS, JAKARTA — Seiring berkembangnya teknologi kecerdasan buatan, isu keamanan data dan independensi informasi semakin menjadi perhatian global.
Baru-baru ini, Badan Intelijen Korea Selatan (National Intelligence Service/NIS) mengungkapkan kekhawatirannya terhadap aplikasi AI asal China, DeepSeek, yang diduga mengumpulkan data pengguna secara berlebihan dan menyajikan jawaban yang berbeda tergantung pada bahasa yang digunakan.
Menurut NIS, DeepSeek tidak hanya mengakses percakapan pengguna tetapi juga dapat merekam pola input keyboard, yang berpotensi mengidentifikasi individu.
Lebih lanjut, data yang dikumpulkan dikirimkan ke server di China, yang menurut hukum di negara tersebut, dapat diakses oleh pemerintah jika diperlukan.
“Berbeda dengan layanan AI generatif lain, ini sudah terkonfirmasi kalau rekaman percakapan bisa dikirim berikut dengan fungsi untuk merekam pola input keyboard yang bisa mengidentifikasi individu dan komunikasi dengan server milik perusahaan China seperti volceapplog.com,” tulis NIS dalam pernyataannya.
Selain masalah privasi, NIS juga menyoroti bagaimana DeepSeek memberikan respons berbeda terhadap pertanyaan yang berpotensi sensitif, tergantung pada bahasa yang digunakan.
Salah satu contoh yang mereka angkat adalah perdebatan asal-usul kimchi. Jika pertanyaan diajukan dalam bahasa Korea, DeepSeek akan menyatakan bahwa kimchi berasal dari Korea. Namun, jika pertanyaan yang sama diajukan dalam bahasa China, jawabannya akan berubah, mengklaim bahwa kimchi berasal dari China.
Isu lain yang menjadi sorotan adalah penyensoran terhadap peristiwa politik tertentu. NIS menemukan bahwa DeepSeek menghindari memberikan jawaban terkait tragedi Lapangan Tiananmen 1989, dengan hanya merespons: “Mari bahas topik yang lain.”
Dalam menghadapi temuan ini, NIS telah mengajukan rekomendasi kepada badan pemerintahan lainnya untuk lebih berhati-hati dalam menggunakan aplikasi AI semacam ini.
Mereka menegaskan pentingnya pengawasan terhadap AI asing yang beroperasi di dalam negeri, terutama dalam hal keamanan data dan objektivitas informasi.
Kekhawatiran terhadap AI yang dikembangkan di luar negeri bukanlah hal baru. Kasus ini mengingatkan kembali pada diskusi global tentang keseimbangan antara inovasi teknologi dan perlindungan privasi serta kepentingan nasional.