Senin, 06 Oktober 2025 18:11

Adik Jusuf Kalla Tersangka Kasus Proyek PLTU Kalbar yang Mangkrak

Adik Jusuf Kalla Tersangka Kasus Proyek PLTU Kalbar yang Mangkrak

ABATANEWS, JAKARTA – Polri membeberkan adanya dugaan praktik curang dalam proses lelang pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1 Kalbar yang mangkrak sejak 2016. Kasus ini kini menyeret nama Halim Kalla, adik kandung Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla (JK), yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor) Polri.

Selain Halim Kalla yang menjabat sebagai Presiden Direktur PT BRN, penyidik juga menetapkan mantan Dirut PLN periode 2008–2009, Fahmi Mochtar, serta dua pejabat perusahaan lainnya sebagai tersangka.

“Tersangka FM (Fahmi Mochtar) sebagai Direktur PLN saat itu, pihak swasta HK (Halim Kalla) selaku Presiden Direktur PT BRN, RR selaku Dirut PT BRN dan HYL selaku Dirut PT Praba,” ujar Kepala Kortas Tipikor Polri Irjen Cahyono Wibowo dalam konferensi pers, Senin (6/10).

Baca Juga : Direktur dan Mantan Direktur RS Syekh Yusuf Gowa Ditetapkan Tersangka Kasus Korupsi Dana JKN

Direktur Penindakan Kortas Tipikor Polri Brigjen Totok Suharyanto menjelaskan, proyek senilai triliunan rupiah itu bermasalah sejak awal karena adanya penyalahgunaan wewenang dalam proses lelang. PLN disebut sudah melakukan “permainan” dengan calon penyedia tertentu sebelum tender dimulai.

“Akan tetapi sebelum pelaksanaan lelang itu, diketahui bahwa pihak PLN melakukan permufakatan dengan pihak calon penyedia dari PT BRN dengan tujuan memenangkan PT BRN dalam Lelang PLTU 1 Kalbar,” ungkap Totok.

Hasilnya, panitia pengadaan PLN meloloskan dan memenangkan konsorsium KSO BRN, Alton, dan OJSC meski tidak memenuhi syarat administrasi maupun teknis. Lebih jauh, penyidik menemukan fakta bahwa dua perusahaan itu bahkan tidak pernah benar-benar tergabung dalam KSO yang dibentuk PT BRN.

Baca Juga : KPK Resmi Tetapkan Immanuel Ebenezer Sebagai Tersangka

“Termasuk penguasaan rekening KSO BRN, dengan kesepakatan pemberian imbalan (fee) kepada pihak PT BRN,” ujarnya.

Ketidaksiapan proyek semakin terlihat ketika kontrak ditandatangani pada 11 Juni 2009, saat PLN belum mendapatkan pendanaan dan KSO BRN belum melengkapi syarat wajib. Hasilnya, pekerjaan yang seharusnya rampung pada Februari 2012 hanya mencapai 57 persen, dan meski kontrak diperpanjang hingga 2018, proyek itu tetap tak tuntas.

“Bahwa KSO BRN telah menerima pembayaran dari PT PLN sebesar Rp323,19 miliar untuk pekerjaan konstruksi sipil dan sebesar USD62,4 juta untuk pekerjaan Mechanical Electrical,” jelas Totok.

Baca Juga : Presiden Prabowo Ngaku Selamatkan Rp 300 Triliun dari Potensi Korupsi

Kini, proyek PLTU 1 Kalbar tak kunjung bisa dimanfaatkan. Bangunan dan peralatan banyak yang terbengkalai, rusak, bahkan berkarat.

“Total kerugian keuangan negaranya dengan kurs yang sekarang Rp1,35 triliun,” kata Irjen Cahyono.

Penulis : Azwar
Komentar